Kamis, 31 Januari 2008

Tentang Shalat Berbahasa Indonesia



Oleh: Prof. Dr. H.M. Erfan Soebahar, M.A Guru Besar Ilmu Hadis, Dosen Pascasarjana IAIN Walisongo dan Sekretaris Umum MUI Kota Semarang
Mengenai apa arti shalat kita umumnya sudah maklum, baik arti secara bahasa maupun istilah, baik tentang waktu melaksanakan maupun lafal-lafalnya.

Jika disebutkan menurut bahasa, shalat itu adalah doa, itu sudah maklum dan jika dikatakan menurut istilah, shalat itu adalah pernyataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat yang ditentukan, tentu sudah mafhum. Rasanya itu sudah tak perlu dijelaskan karena diyakini setiap muslim telah memahami hal itu. Namun persoalannya akan menjadi lain lagi ketika masuk di soal praktik dan pelaksanannya. Lebih-lebih praktik shalat yang khusyuk, dengan memahami makna, asal usulnya, juga bagaimana baiknya kita shalat. Uraian ini mencoba bersama menelaah mengenai hal itu, agar gambaran shalat yang relatif jelas dapat dimiliki bersama. Sebelum membahas hal penting tersebut, akan lebih afdhal jika terlebih dahulu dimulai dengan menyampaikan pengertian umum shalat, untuk membawa pemahaman bersama tentang definisi shalat secara komprehensif, sekaligus untuk mempermudah pemahaman selanjutnya.
Shalat sebagai ritual atau simbolis adalah amalan yang dilakukan insan Muslim yang mengandung banyak symbol, yang menggambarkan wujud ketaatan dan kerendahan manusia mukmin di hadapan Allah Swt. Dalam shalat, seorang Muslim secara simbolis mengikrarkan diri untuk menyerahkan segala gerak-gerik, hidup dan mati hanya untuk Allah Swt semata. Ikrar yang secara rutin diucapkan ini seyogyanya tidak hanya sebatas dilisan, melainkan harus secara nyata di tunjukkan dalam aktifitas keseharian. Shalat yang dilakukan hanya sebatas ritual, tidak akan mampu mencegah pelakunya dari perbuatan yang menyimpang dari Al-Qur'an dan Sunnah Rasul. (Tanha Anil Fahsyai wa Al Munkar ).
Dilihat dari sudut aktivitas, shalat adalah amalan yang dilakukan melalui symbol- simbol, seperti takbir (lambang pengakuan akan kebesaran Allah), ruku' (lambang dari ketundukan pada hukum Allah) dan sujud (lambang dari ketaatan kepada perintah Allah). Di samping itu, shalat adalah ibadah anfus (diri). Bertolak dari pengertian di atas, maka pemahaman tentang shalat adalah ritual ibadah, yang secara sosiologis shalat harus sesuai dengan tuntunannya dan sama sekali tidak bisa melenceng dari tuntunan yang telah digariskan, baik perihal tatacaranya ( kaifiyah), bacaannya dan bahkan waktu pelaksanaannya serta gerakannya.
Dalam fikrah fiqih, tuntunan itu bisa kita ambil dari dalil hadis, antara lain sebagaimana yang dinyatakan Nabi saw, "Shallu Kama Roaitumuuni Ushalli". Artinya, 'shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat’. Hadis ini menjelaskan bagaimana Muslim melaksanakan praktik salat, sebagaimana diperintahkan Al-Quran: Aqiimuu Al Shalat". Dalam ayat lain dijelaskan apa pegangan yang dipergunakan bila dalam melaksanakan aturan dan ajaran agama terjadi perbedaan dan perselisihan, Allah swt menegaskan, "Jika kalian saling berselisih dalam sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul", yakni kembali ke al-Kitab dan Sunnah. Jadi, Al-Quran dan Hadis Nabi saw adalah rujukan utama kita.
Shalat Nabi sebagai dimaksud di atas, adalah amalan beliau yang dimulai dari takbir dan diakhiri dengan salam. Bahasa yang dipakai dalam salat juga sudah ditentukan oleh Allah swt melalui contoh faktual shalat Nabi saw, termasuk bentuk bacaan dan ayat-ayatnya. Semua sudah sebagaimana diatur Allah swt, dan dipraktikkan oleh Nabi saw dengan model dan cara yang sudah baku. Hal itulah yang dipegang teguh oleh para ulama, sebagai sunnah fi’liyyah, yang ringan dan mudah sampai saat sekarang dan akan selamanya demikian. Imam Ahmad berkata, "Sesungguhnya kwalitas ke Islaman seseorang adalah tergantung pada kualitas ibadah shalatnya. Kecintaan seseorang kepada Islam juga tergantung pada kecintaan dalam mengerjakan salat. Oleh karena itu kenalilah dirimu sendiri wahai hamba Allah!. Takutlah kamu jika nanti menghadap Allah Azza Wajalla tanpa membawa kwalitas ke Islaman yang baik. Sebab kwalitas ke Islaman dalam hal ini ditentukan oleh kwalitas ibadah salatmu. "(Ibn Al Qayyim, al-Shalah: 42 dan al Shalah Wa Hukmu Taarikihaa: 170-17 1) Bahasa Salat Dalam AI-Qur'an telah dijelaskan bahwa shalat berfungsi untuk mencegah pelakunya dari berbuat keji dan munkar (QS. Al-Ankabut : 45). Artinya, orang yang istiqomah shalatnya, bisa dipastikan mempunyai perilaku yang baik dan jauh dari kemaksiatan.
Al-Qur'an sebagai wahyu diyakini kebenarannya, yaitu menjamin orang yang taat salat untuk terhindar dari kekejian dan kemunkaran. Akan tetapi, ada fenomena lain bahwa tidak setiap orang yang menjalankan shalat dengan rajin itu lantas moralnya baik. Acapkali ditemukan orang yang shalatnya kenceng tetapi maksiatnya jalan terus dan sepertinya ia tidak mampu menemukan subtansi dari tujuan salat. Apakah yang dinyatakan Al-Qur'an dalam Surat Al Ankabut di atas ada yang salah?. Apakah kalau begitu Al-Qur'an mengandung kesalahan?
Siapa pun tidak akan berani menyatakan bahwa Al-Qur'an salah!. Begitu juga Yusman Roy, Pengasuh Pondok I’tikaf Jamaah Ngaji Lelaku, Malang, Jawa Timur yang saat ini menjadi sorotan banyak kalangan, karena mengenalkan model shalat dengan menyisipkan bacaan berbahasa Indonesia, yang diperuntukkan bagi imam shalat. Dengan alasan untuk memahami bacaan shalat dan mempermudah penghayatan makna shalat, karena tidak semua umat Islam tahu arti dari bahasa Arab. Maka kontan saja, apa yang dilakukan oleh Yusman mengundang reaksi keras dari para ulama dan kaum muslimin. Mereka mengecam keras, dan menganggap apa yang diajarkan Roy sebagai upaya untuk menjauhkan umat Islam dari Al-Qur'an. Tanpa menyalahkan salah satu pihak, ada baiknya jika fenomena ini dipahami secara komprehensip melalui berbagai sudut pandang. Dari situ maka setiap langkah yang dilakukan oleh setiap Muslim dapat dipahami bersama, tanpa harus terjadi atau mempertajam pro dan kontra yang berpotensi melahirkan perpecahan umat. Karena kasus dan persoalan serupa, bisa saja di kelak kemudian hari muncul kembali dalam kemasan yang kurang lebih sama. Kembali kepada persoalan shalat.
Bila mengacu ke petunjuk hadis Nabi saw dan ijtihad para 'fuqaha', dalam berbagai kitab disebutkan bahwa shalat adalah ibadah yang memuat syarat dan rukun tertentu yang bilamana syarat dan rukun itu tidak dipenuhi, bisa menyebabkan tidak sah atau batalnya salat seseorang. Berawal dan pemahaman ini, bisa dilihat apakah shalat dengan dua bahasa itu sah atau tidak. Dimulai dari hal yang paling mendasar, yaitu dalam shalat ada kewajiban membaca Al-Fatihah. (Ummul Kitab). Rasulullah dalam hal ini menyatakan, "Tidak sah shalat seseorang apabila dalam salat itu tidak dibacakan Surat Al-Fatihah." Surah Al-Fatihah (Ummul Kitab) dimaksud adalah yang termuat dalam Al Quran, utuh dan tidak berubah sejak diturunkannya hingga saat ini dan Insya Allah akan sedemikian selamanya yang menggunakan bahasa Arab. Jadi siapapun harus membacanya seperti adanya itu, baik berupa teks maupun pelafalannya. Akan halnya makna atau terjemahnya sudah banyak Al-Qur'an yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, akan tetapi bahasa pokoknya tetap bahasa arab yang juga dikatakan sebagai Lughotul Qura’n (bahasa Al Qur’an), sehingga melalui bahasa Arab itu ke universalan Islam lebih terlihat (Rahmatan li Al-'Alamin); dimana pun orang kalau takbir, ruku', sujud, tetap seperti itu, menghadap kiblat dengan bacaan yang sudah ada dan dengan memakai bahasa Arab. Sehingga dapat dikatakan juga bahasa Arab adalah bahasa persatuan ummat Islam.
Harus diakui bahwa bahasa Arab yang selama ini kita gunakan sebagai bacaan dalam shalat baik sendiri maupun dalam jamaah, telah menyatukan umat Muslim di seluruh dunia. Dalam ibadah haji misalnya, orang-orang yang menunaikannya berasal dari berbagai penjuru dunia, yang berbeda adat kebiasaan dan bahasanya, namun semua itu akan melebur jadi satu saat menunaikan shalat hanya dengan satu Imam. Makmum dari berbagai lingkungan budaya dan bahasa yang berbeda akan dapat mengikuti shalat dengan sempurna. Kerancuan sudah pasti akan terjadi manakala, setiap kelompok yang berbeda bahasa, saling menggunakan bahasa masing-masing dalam shalatnya, misalnya orang Cina salat dengan bahasa Cina, orang India shalat dengan bahasa India dan seterusnya, karena di tanah suci Mekkah maupun Madinah, orang akan sulit mencari imam daerahnya masing masing.
Universalitas Islam sebagai rahmatan li al-'alamin akan pudar dan ibadah menjadi tidak nyaman lagi. Dengan demikian, mengubah bahasa Arab menjadi bahasa Indonesia atau bahasa lain dalam shalat dengan tujuan agar shalat benar-benar menjadi simbol pengabdian dan penghayatan hamba terhadap Tuhan, adalah ihtiar yang bukan saja tidak tepat, tetapi juga bisa menebarkan kerancuan dan bahkan akan merusak tatanan Rahmatan lil Alamin-nya agama Islam. Oleh karena itu, tidaklah perlu menggunakan dua bahasa dalam shalat. Ihtiar menterjemah bacaan shalat, untuk lebih mendalami dan menghayati artinya, akan lebih baik dan pada tempatnya dilakukan diluar solat dan tidak bisa dalam bentuk verbal (pada saat shalat) dengan menterjemahkan ayat atau bacaan shalat lainnya kedalam bahasa non Arab.
Memang, antara berpikir versi logika sosiologis dengan logika fiqh suatu waktu bisa saja terjadi kontradiksi, karena sudut pandang satu sama lain yang berbeda, misalnya, jika kita memakai logika sosiologis maka untuk mengkomunikasikan sebuah simbol (shalat) pengabdian kepada Allah tidak harus dengan simbol-simbol tertentu, sehingga bahasa Arab dapat diganti dengan semua bahasa. Namun, ketika dihadapkan pada logika fiqih maka bentuk komunikasi itu mesti dijalankan dengan cara dan bacaan serta waktu sebagai telah diatur dalam syariat agama.

Senin, 14 Januari 2008

Sejarah Pembentukan Kabupaten Batang

Menurut sejarah, Batang telah memiliki dua kali periode pemerintahan Kabupaten. Periode I diawali zaman kebangkitan kerajaan Mataram Islam (II) sampai penjajahan asing, kira-kira dari awal abad 17 sampai dengan 31 Desember 1935. Sedang periode II, dimulai awal kebangkitan Orde Baru (8 April 1966) sampai sekarang, bahkan Batang dapat ditelusuri sejak pra-sejarah.
Sejak dihapuskan status Kabupaten (1 Januari 1936) sampai tanggal 8 April 1966, Batang tergabung dengan Kabupaten Pekalongan.
Tahun 1946, mulai ada gagasan untuk menuntut kembalinya status Kabupaten Batang. Ide pertama lahir dari Pak Mohari yang disalurkan melalui sidang KNI Daerah dibawah pimpinan H.Ridwan alm. Sidang bertempat di gedung bekas rumah Contrder Belanda (Komres Kepolisian 922).
Tahun 1952, terbentuk sebuah Panitia yang menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Batang. Panitia ini dinamakan Panitia Pengembalian Kabupaten Batang, yang bertugas menjalankan amanat masyarakat Batang.
Dalam kepanitiaan ini duduk dari kalangan badan legislatif serta pemuka masyarakat yang berpengaruh saat itu. Susunan panitianya terdiri atas RM Mandojo Dewono (Direktur SGB Batang) sebagai Ketua, R. Abutalkah dan R. Soedijono (anggota DPRDS Kabupaten Pekalongan) sebagai Wakil Ketua. Panitia juga dilengkapi dengan dua anggota yaitu R. Soenarjo (anggota DPRDS yang juga Kepala Desa Kauman) dan Rachmat (anggota DPRDS).
Tahun 1953, Panitia menyampaikan Surat Permohonan terbentuknya kembali status Kabupaten Batang lengkap satu berkas, yang langsung diterima oleh Presiden Soekarno pada saat mengadakan peninjauan daerah dan menuju ke Semarang dengan jawaban akan diperhatikan.
Tahun 1955, Panitia mengutus delegasi ke pemerintah pusat, yang terdiri atas RM Mandojo Dewono, R.Abutalkah, dan Sutarto (dari DPRDS).
Tahun 1957, dikirim dua delegasi lagi. Delegasi I, terdiri atas M. Anwar Nasution (wakil ketua DPRDS), R.Abutalkah, dan Rachmat (Ketua DPRD Peralihan). Sedangkan delegasi II dipercayakan kepada Rachmat (Kepala Daerah Kabupaten Pekalongan), R.Abutalkah, serta M.Anwar Nasution.
Tahun 1962, mengirimkan utusan sekali. Utusan tersebut dipercayakan kepada M. Soenarjo (anggota DPRD Kabupaten Pekalongan dan juga Wedana Batang) sebagai ketua, sebagai pelapor ditetapkan Soedibjo (anggota DPRD), serta dibantu oleh anggota yaitu H. Abdullah Maksoem dan R. Abutalkah.
Tahun 1964, dikirim empat delegasi. Delegasi I, ketuanya dipercayakan R. Abutalkah, sedang pelapor adalah Achmad Rochaby (anggota DPRD). Delegasi ini dilengkapi lima orang anggota DPRD Kabupaten Pekalongan, yaitu Rachmat, R. Moechjidi, Ratam Moehardjo, Soedibjo, dan M. Soenarjo.
Delegasi II, susunan keanggotaannya sama dengan Delegasi I tersebut, sebelum menyampaikan tuntutan rakyat Batang seperti pada delegasi-delegasi terdahulu, yaitu kepada Menteri Dalam Negeri di Jakarta diawali penyampaian tuntutan tersebut kepada Gubernur Kepala Daerah Propinsi Jawa Tengah di Semarang.
Delegasi III, yang juga susunan keanggotaannya sama dengan Delegasi I dan II kembali mengambil langkah menyampaikan tuntutan rakyat Batang langsung kepada Mendagri. Sedang Delegasi IV mengalami perubahan susunan keanggotaan. Dalam delegasi ini sebagai ketua R. Abutalkah, sebagai wakil ketua Rachmat, sedangkan sebagai pelapor adalah Ratam Moehardjo, Ahmad Rochaby sebagai sekretaris I, R. Moechjidi sebagai sekretaris II serta dilengkapi anggota yaitu Soedibjo dan M. Soenarjo.
Tahun 1965, diutus delegasi terakhir. Sebagai ketua R. Abutalkah, wakil ketua Rachmat, sekretaris I Achmad Rochaby, sekretaris II R. Moechjidi, pelapor Ratam Moehardjo serta dilengkapi dua orang anggota yaitu M. Soenarjo dan Soedibjo. Delegasi terakhir atau kesepuluh itu, memperoleh kesempatan untuk menyaksikan sidang paripurna DPR GR dalam acara persetujuan dewan atas Rancangan Undang-undang tentang Pembentukan Pemerintah Kabupaten Batang menjadi Undang-undang.
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Batang terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1965, yang dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 52, tanggal 14 Juni 1965 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri RI Nomor 20 Tahun 1965, tanggal 14 Juli 1965.
Tanggal 8 April 1966, bertepatan hari Jumat Kliwon, yaitu hari yang dianggap penuh berkah bagi masyarakat tradisional Batang, dengan mengambil tempat di bekas Kanjengan Batang lama (rumah dinas yang sekaligus kantor para Bupati Batang lama) dilaksanakan peresmian pembentukan Daerah Tingkat II Batang.Upacara yang berlangsung khidmat dari jam 08.00 s/d 11.00 itu, ditandai antara lain dengan Pernyataan Pembentukan Kabupaten Batang oleh Gubernur Kepala Daerah Propinsi Jawa Tengah Brigjend (Tit) KKO-AL Mochtar, pelantikan R. Sadi Poerwopranoto sebagai Pejabat Bupati Kepala Daerah Batang, serah terima wewenang wilayah dari Bupati KDH Pekalongan kepada Pejabat Bupati KDH Batang, serta sambutan dari Gubernur Kepala Daerah Jawa Tengah.

TRADISI KIRAB PUSAKA ABIRAWA
Kirab pusaka merupakan suatu kegiatan rutin setiap tahunnya yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Batang, juga merupakan perayaan menyambut hari jadi Pemkab. Batang. Penyelenggaraan Kirab Pusaka ini baru dimulai sejak tahun 2003 dengan tujuan untuk :
1. Melestarikan budaya leluhur sebagai agenda kepariwisataan di Kabupaten Batang;
2. Sebagai bukti bahwa Kabupaten Batang telah ada sejak lama, sekitar 500 tahun silam, namun pada tahun 1936 s/d 7 April 1968 bergabung dengan Kabupaten Pekalongan;
3. Sebagai prosesi rirual tolak balak.

KKN Tematik Penuntasan Buta Aksara 2007

KKN Tematik Penuntasan Buta Aksara 2007
Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang


Pemerintah Republik Indonesia telah bertekad untuk menuntaskan penduduk buta aksara dan meningkatkan mutu layanan program pendidikan keaksaraan pada tahun 2009 melalui Gerakan Nasional Penuntasan Buta Aksara yang telah dicanangkan oleh Presiden pada tahun 2004.
Dalam rangka mensukseskan program Gerakan Nasional Penuntasan Buta Aksara ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah secara serius berusaha mencari terobosan percepatan. Salah satu terobosan percepatan yang telah dilakukan pada tahun 2006 adalah uji coba model percepatan penuntasan buta aksara melalui kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik bekerjasama dengan FORKOM KKN Jawa Tengah dengan hasil yang cukup efektif dan efesien.
Tahun 2007 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan Perguruan Tinggi se-Jawa Tengah menyelenggarakan program KKN Tematik Penuntasan Buta Aksara (PBA) dengan dukungan dana dekonsentrasi tahun 2007. Program kerjasama ini diharapkan mampu mewujudkan cita-citra Jawa Tengah bebas buta aksara pada tahun 2008.
Salah satu Perguruan Tinggi di Jawa Tengah yang dipercaya melaksanakan program KKN Tematik PBA tahun 2007 ini adalah IAIN Walisongo Semarang yang menerjunkan 500 mahasiswanya ke daerah-daerah yang telah ditentukan. Mahasiswa yang mengikuti KKN Tematik PBA ini harus telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh masing-masing Fakultas. Daerah yang menjadi target pelaksanaan KKN Tamatik PBA IAIN walisongo Semarang adalah wilayah Kabupaten Kendal, yang meliputi beberapa kecamatan, yaitu Kecamatan Plantungan, Sukorejo, Pageruyung, Gemuh, Ringinarum dan Weleri. Kegiatan ini dilaksanakan mulai tanggal 9 Juli s/d 23 Agustus 2007.
Selama mengikuti kegiatan KKN Tematik PBA ini para mahasiswa diwajibkan untuk mensurvey data yang telah diberikan oleh Diknas, mencari warga belajar yang buta aksara dan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Target yang harus dicapai oleh tim KKN Tematik PBA adalah setiap satu mahasiswa diwajibkan meluluskan 20 warga buta aksara. Akan tetapi dalam pelaksanaannya tak semudah dengan apa yang dibayangkan. Banyak rintangan dan halangan yang melanda sejumlah mahasiswa KKN Tematik PBA dalam melaksanakan pendataan. Sebagai contoh adalah keengganan calon warga belajar mengikuti kegiatan belajar mengajar, kekurangterbukaan para birokrat desa, minimnya minat warga masyarakat mengikuti program penuntasan buta aksara, dan lain sebagainya. Akan tetapi, walaupun banyak halangan yang terjadi, para mahasiswa IAIN Walisongo Semarang tetap bersemangat untuk melaksanakan kegiatan PBA sampai selesai, meskipun tak mencapai target yang telah ditentukan.
Umumnya yang menjadi calon warga belajar adalah mereka yang tidak bersekolah, drop out (DO) waktu SD dengan klasifikasi DO1, DO2 dan DO3, serta mereka yang tidak bisa membaca, menulis dan berhitung.
Setelah berjalan beberapa minggu, kegiatan belajar mengajar dimulai. Para mahasiswa mengajar membaca, menulis dan berhitung dasar kepada warga belajar dengan semangat tinggi mengingat ini membawa nama almamater IAIN Walisongo Semarang. Sampai pada penjemputan dari lokasi KKN, mahasiswa tetap tampil semangat walaupun dirasakan sangat berat melaksanakan KKN tematik PBA ini.

Rabu, 09 Januari 2008

WISATA ALAM DI BATANG

Wisata di Batang
Kabupaten Batang memiliki wilayah yang kaya akan sumber daya alam, hutan dan laut, sehingga sangat strategis untuk dikembangkan sebagai daerah wisata. Beberapa objek wisata antara lain :
Agrowisata Salak Sodong
Terletak di Desa Sodong Kecamatan Wonotunggal dengan jarak ± 17 km dari ibu kota Kabupaten Batang dengan ketinggian 600 - 800 m dari permukaan laut. Desa Sodong memiliki potensi yang dalam pembangunan yaitu Curug dan Agrowisata Salak Sodong, selain itu juga dikenal sebagai penghasil kapulogo, panili, dan cengkeh. Salak Sodong pada tahun 1999 pernah menjadi juara lomba buah Tingkat Jawa Tengah.

Curug Genting
Curug Genting terletak di wilayah Kecamatan Blado, kurang lebih 38 km ke arah selatan dari Kota Batang. Air terjun indah dengan ketinggian 40 m ini dikelilingi hutan pinus. Dengan udara yang masih segar dan alam pedesaan alami menghijau, Curug Genting sangat cocok sebagai tempat rekreasi yang menyenangkan.

Curug Gombong
Air terjun dengan ketinggian 13 m membelah batuan berlapis rata alami (batu rai). Terletak di desa Gombong 6 km sebelah selatan Kecamatan Subah. Sejauh ini belum ada investor yang mengembangkan Curug Gombong sebagai obyek wisata potensial.
Kolam Renang BandarBerada di daerah perbukitan tepatnya di Desa Wonokerto Kecamatan Bandar. Sumber air dari mata air alam. Dilengkapi sarana kolam renang, tempat parkir, kedai makanan, dll.

Rest Area Jatisari
Terletak di Desa Jatisari Kecamatan Subah. Lokasi ini strategis di tepi jalan utama Jakarta-Surabaya. Nyaman untuk istirahat bagi yang melakukan perjalanan jauh.
Pantai SiganduPanorama menawan di Pantai kota Batang di sore hari, sementara perahu nelayan pulang bersandar membongkar ikan hasil tangkapannya.

Pantai Ujungnegoro
Sebuah kawasan pantai utara Batang yang terletak 14 km arah timur laut dari Kota Batang. Salah satu bagian tepi pantainya berketinggian 14 m dari permukaan air laut, yang jarang terdapat di sepanjang pantai utara Jawa. Pada dataran pantai yang tinggi terdapat Gua Aswotomo dan sebuah pemakaman kecil peninggalan Syeikh Maulana Maghribi. Di sekitar daerah ini tersedia pula tempat menarik untuk bersampan dan memancing.
Pantai PelabuhanTerletak di Desa Ketanggan Kecamatan Gringsing dengan jarak ± 50 km dari pusat kota Batang. Pantai ini baik sebagai tempat untuk memancing dan terdapat sumber air tawar di tepi pantai.

Situs Syailendra
Situs Syailendra ini terdapat di desa Sojomerto Kec. Reban sebelah selatan kec.Limpung.
Situs SyailendraKeanekaragaman bentuk peninggalan masa lalu di wilayah batang telah menunjukkan adanya dinamika masyarakat dan lentur terhadap proses perubahan yang terjadi oleh pengaruh-pengaruh budaya luar. Dan melihat bentuk-bentuk peninggalan megalitik itu, menunjukkan bahwa mereka telah mengenal teknologi. Selain itu pembudidayaan hewan dan tanaman telah dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sistem upacara.

THR Kramat
Obyek wisata ini letaknya di tepi Sungai Kramat, sebelah selatan Kota Batang. Terdapat panggung terbuka dan tempat bermain anak. Tradisi Jum'at Kliwon berada di sekitar sungai Kramat dan ada kepercayaan bagi yang mandi akan mendapat berkah.

EMPING MLINJO LIMPUNG

Emping Mlinjo Limpung

Emping mlinjo adalah sejenis komoditi makanan yang berasal dari biji mlinjo (Gnetum gnemon) setelah mengalami proses lebih lanjut. Komoditi ini merupakan hasil dari kegiatan industri kecil yang cukup andal, yang dikerjakan oleh masyarakat secara turun temurun sehingga banyak dikenal oleh masyarakat di luar Kabupaten Batang. Emping mlinjo sebagai makanan sampingan sangat cocok untuk dihidangkan dimana saja dan pada kegiatan apa saja. Apabila mendekati hari raya Idul Fitri para perajin kewalahan untuk melayani para pembeli. Emping limpung terkenal dengan emping mlinjonya, karena daerah sekitar Limpung banyak terdapat perkebunan mlinjo yang tersebar di beberapa kecamatan, seperti Tersono, Reban, Bandar, Blado dan Bawang. Limpung menjadi sentra produksi limpung terbesar di kawasan Batang, dan ini berdampak pada penghasilan penduduknya yang rata-rata berpenghasilan dari usaha produksi emping mlinjo.

Proses pembuatan emping mlinjo
Bahan baku berupa biji mlinjo didatangkan dari luar daerah seperti Jawa Barat, Lampung dan daerah-daerah lain. Pembuatan emping mlinjo dilakukan para perajin secara sederhana dengan peralatan yang sederhana pula. Peralatan yang digunakan adalah : - Tungku api/kompor - Wajan sebagai alat penggoreng - Landasan dari batu untuk penumbuk - Palu sebagai alat pemipih - Susuk untuk mengambil mlinjo - Plastik untuk landasan pemipihan - Alas penjemur/tampah dari anyaman bambu.Cara pembuatan emping mlinjo secara singkat sebagai berikut :Biji mlinjo digoreng sangrai, sedikit demi sedikit, setengah matang diambil. Kulit mlinjo dikupas dan bijinya dipipihkan dengan memukul satu per satu dalam keadaan masih panas di atas landasan yang dilapisi plastik. Pemukulan biji mlinjo dilakukan sampai tipis (antara 0,01 - 0,03 cm) berbentuk bulat dengan diameter antara 3 - 5 cm. Setelah menjadi emping mlinjo diangin-anginkan. Proses terakhir adalah menjemur dengan alas tampah/tikar. Waktu penjemuran 1 - 2 hari dan penjemuran langsung terkena sinar matahari.

Kualitas emping mlinjo
Kualitas emping mlinjo sangat ditentukan oleh biji mlinjo. Semakin tua biji mlinjo maka kualitas empingnya semakin baik. Produksi emping mlinjo di Kabupaten Batang dikenal tiga jenis kualitas yang ciri-cirinya sebagai berikut :Kualitas I (Super). Tipis ketebalannya sama, garis tengah berkisar 4 - 5 cm, warna putih bening, bentuknya bulat dan tidak nampak sambungan, baunya normal dan rasanya gurih.Kualitas II. Lebih tebal, garis tengahnya berkisar 3 - 4 cm, warna agak kekuning-kuningan, bentuk kurang seragam dan nampak sambungan biji.Kualitas III. Agak tebal, kurang rata, garis tengahnya berkisar 3 - 4 cm, ketebalan dan ukurannya kurang seragam, nampak sambungan biji dan warna kecoklat-coklatan.

Volume produksi dan pemasaran emping mlinjo
Produksi emping dalam tahun terakhir sebanyak 3.656 ton, dengan melibatkan perajin sebanyak 12.187 orang. Kebutuhan bahan baku dalam tahun yang sama sebesar 7.312 ton, sedangkan produksi bahan baku yaitu biji mlinjo (klatak) lokal hanya 4.154,85 ton atau hanya 61,75% dari seluruh kebutuhan bahan baku, sehingga kekurangannya didatangkan dari daerah lain. Jangkauan pemasaran emping mlinjo di dalam negeri sebagian besar di kota-kota besar Pulau Jawa. Sebagian kecil dipasarkan di luar Pulau Jawa. Sedangkan peluang untuk tujuan ekspor sangat dimungkinkan, karena dari segi kualitas dan harganya tidak kalah bersaing dengan produksi emping mlinjo daerah lainnya.

Sentra produksi emping mlinjo
Daerah sentra produksi emping mlinjo tersebar di 8 kecamatan dari 12 wilayah kecamatan di Kabupaten Batang. Untuk daerah sentra produksi utama terdapat di Kecamatan Limpung dengan 19 desa, Kecamatan Reban, 17 desa, Kecamatan Tersono, 10 desa dan Kecamatan Bawang, 10 desa.Subah. Sedangkan pusat pemasarannya di Kecamatan Limpung. Saat ini sudah banyak terdapat tempat pembelian dan penjualan di sekitar Limpung.

Selasa, 08 Januari 2008

INTERNET DAN PERPUSTAKAAN

Rabu, 19/12/2007 06:56Internet dan PerpustakaanPengirim: Ahmad Mustain -->Disadari atau tidak perpustakaan adalah sumber ilmu bagi berbagai kalangan mulai dari anak sekolah, mahasiswa, maupun orang awam. Akan tetapi, sekarang ini peran perpustakaan sebagai gudang ilmu telah tersisihkan seiring datangnya arus teknologi.Saat ini peran perpustakaan sedikit demi sedikit telah tersisihkan oleh internet yang menyediakan banyak informasi dari berbagai belahan dunia yang dengan mudah diakses oleh orang per orang.Hal ini dikeluhkan oleh pengurus perpustakaan sebuah perguruan tinggi, yaitu menurunnya minat baca mahasiswa di perpustakaan. Mereka mengatakan bahwa mahasiswa lebih memilih mengakses informasi atau bahan bacaan melalui internet daripada datang ke perpustakaan.Ini mengindikasikan bahwa peran perpustakaan lambat laun akan tergantikan oleh internet. Ini disebabkan oleh beberapa aspek.Pertama adalah aspek internal. Aspek internal adalah aspek yang mempengaruhi minimnya minat baca seseorang di perpustakaan. Antara lain adalah ketatnya peraturan dari pihak perpustakaan mulai dari syarat peminjaman, batas jumlah buku yang bisa dipinjam, dan tenggang waktu peminjaman. Kedua, membaca buku membutuhkan waktu yang tidak cepat serta membosankan.Kemudian aspek selanjutnya adalah aspek eksternal yaitu kebutuhan seseorang terhadap sumber bacaan. Seseorang yang datang ke perpustakaan ia harus mencari-cari buku yang dibutuhkannya. Ini membutuhkan waktu yang lama dan membosankan.Keutamaan seseorang memilih media internet adalah karena praktisnya mengakses berbagai alamat situs yang diinginkannya. Selain itu media internet juga efektif dari waktu maupun tempat. Nyamannya tempat yang disediakan serta capatnya mengakses berbagai informasi yang diinginkan membuat internet banyak diminati oleh berbagai kalangan.Inilah salah satu dampak dari derasnya arus teknologi yang masuk dan menjalar ke seluruh pelosok negeri tercinta ini. Bagaimana nasib perpustakaan?Ahmad MustainJl Margoyoso V No 25 Ngaliyan Semarang Jawa (msh/msh">Tengahamust7@yahoo.com085640022813-->(msh/msh)
pernah dimuat di www.detik.com tanggal 19 Desember 2007
Hutanku Banjirku
Pengirim: Ahmad Mustain Billah

foto Banjir yang melanda di beberapa wilayah Indonesia. Salah satu sumber penyebabnya adalah berkurangnya lahan hutan. Pembalakan hutan yang sering terjadi sering luput dari pihak yang berwenang sehingga menyebabkan lebih dari berjuta-juta hektar lahan hutan dibabat habis.

Ini mengakibatkan terjadi bencana seperti banjir dan tanah longsor. Sebagai contohnya adalah banjir yang melanda Jakarta – Ibu Kota yang setiap tahunnya menjadi langganan tetap bencana banjir – menjadi imbas atas berkurangnya lahan hutan sebagai serapan utama air ini.

Disadari atau tidak, tidak adanya lahan hijau di Jakarta membuat serapan air tidak ada. Hal lain yang menyebabkan adalah pembangunan perumahan dan villa-villa di daerah Bogor dan sekitarnya.

Banjir yang datang adalah berasal dari kota Bogor. Di daerah puncak di Bogor pembangunan villa-villa kini mencapai puncaknya. Sehingga lahan hutan yang dulunya merupakan sebagai serapan air kini sudah gundul.

Yang tertinggal hanyalah bangunan-bangunan megah. Bangunan-bangunan tersebut bernilai ratusan juta rupiah. Bahkan ada yang mencapai satu milyar lebih. Yang lebih mengherankan adalah pemilik villa tersebut adalah mereka dari kalangan pejabat!

Di mana tanggung jawab para pejabat yang katanya peduli dengan rakyat. Pemerintah seharusnya memberikan peringatan atas pembalakan maupun penggundulan lahan hutan untuk mencegah bencana banjir yang terjadi terus-menerus setiap tahunnya.

Ahmad Mustain Billah
Margoyoso V No 25 Ngaliyan Semarang
amust7@yahoo.com
085640022813


(msh/msh)

pernah dimuat di www.detik.com tanggal 04 Januari 2008