Rabu, 30 Juli 2008

Cerita Bersambung

Hujan Turun di Pagi Hari

Oleh : Ahmad Mustain Billah


Malam itu Tugul sedang sibuk mencorat-coret bukunya yang bersampul lusuh, sedikit sobek dan gambarnya sudah tak jelas lagi. Diperhatikannya beberapa kali soal-soal dalam buku paketnya. Tampaknya otaknya sudah buntu untuk mengerjakannya.

"Uh…ini soal kok nggak ada jawabannya sih?", gerutunya.

Memang, Tugul adalah salah seorang anak yang kepandaiannya di bawah rata-rata, sifat malas dan tak mau tahu, membuatnya kerap kali tidak bisa mengerjakan PR-PR yang diberikan oleh gurunya. Setiap kali ada PR, dia tidak pernah berhasil mengerjakannya sendiri. Copy paste. Itulah sebutan yang sesuai dengan kelakuan Tugul ketika menjiplak jawaban temannya. Tidak hanya di dunia komputer, dunia PR juga mengenal istilah ini.

Setiap kali ada PR Tugul selalu berangkat sekolah pagi-pagi sekali. Itu dikarenakan ia mau men-copy paste jawaban temannya, terutama Saiman. Saiman adalah salah satu bintang kelas yang jago matematika, IPA dan Kesenian. Otomatis Tugul menganggapnya sebagai dewa keselamatan bagi dirinya. Bisa dipastikan, semua ilmu Saiman diserap habis oleh Tugul, tapi Tugul sendiri tidak bertambah pintar, malah keblinger alias tambah malas. Ilmu yang diserap bukannya ilmu pengetahuan tentang pelajaran yang seharusnya diserap oleh otaknya, tetapi cuma diserap oleh mata Tugul saja, terus dilanjutkan oleh keahlian tangannya dengan menulis.

Tugul sendiri termasuk orang yang berada di kampungnya, tak salah jika ia sangat berpengaruh di tengah teman-temannya. Banyak teman-temannya yang suka dengannya, karena ia termasuk anak yang dermawan, suka membelikan jajanan, meminjamkan mainan dan masih banyak lagi kisah kedermawanannya yang lain. Tapi tetap saja, semua itu tidak diimbangi dengan kemampuan belajarnya. Semuanya dianggap tidak begitu penting. Tidak masalah dia tidak pandai, toh masih ada teman-temannya yang pandai. Jadi setiap ia kewalahan mengerjakan tugas, ia langsung mem-back up jawaban teman-temannya.

Ayah ibunya tahu hal itu, tetapi Tugul adalah anak kesayangan mereka. Jadi pantas jika orang tuanya hanya diam tak mempersoalkan kelakuan anakn mereka. Yang penting Tugul bisa sekolah dan selalu naik kelas. Tugul, walaupun berada dan semua punya, tetapi dia tidak mempunyai paras yang rupawan seperti orang berada lainnya. Parasnya tidak eksentrik, bahkan terlihat kuno. Hidungnya yang pesek ndlesep ke dalam, mulutnya yang sedikit maju dengan tatanan gigi yang ikut maju, rambut keriting dengan kombinasi warna merah seperti tersengat matahari dan badan yang ceking kerontang. Pertama orang melihatnya saja sudah pasti berpikiran kalau Tugul itu anak orang tidak punya, hidup di pinggir kali, makan sekali sehari dengan nasi tiwul tanpa lauk. Tapi yang pasti pikiran orang-orang itu salah, Tugul hidup dalam kemewahan. Lauknya tiap hari saja mungkin hanya bisa dikonsumsi oleh warga-warga di kampungnya dua minggu sekali.

Tapi dengan keluarga yang berada tapi tampang tak berada, dia memiliki kharisma dalam pergaulannya. Tak heran jika banyak teman-temannya rela memberikan dengan sukarela jawaban PR mereka kepada Tugul. Mereka tak segan-segan memberikannya, bahkan ada juga yang hati lapang menjelaskan cara menjawabnya walaupun Tugul tidak pernah mudeng, hanya berlalu masuk dari telinga kiri, keluar telinga kanannya. Tapi tampang Tugul sepertinya menimati berbagai ocehan temannya yang dengan semangat 45 menerangkan jalan menjawab soal-soal itu.

Entah mengapa Tugul merasa bahwa teman-temannya itu sebagai makhluk yang sangat baik dan sangat perhatian dengannya. Setiap ia dalam kesulitan, mereka selalu siap ada untuk membantu memecahkan permasalahan Tugul. Terutama Saiman tentunya. Tak pelak lagi, hal ini membuat Tugul semakin malas dan bertambah malas untuk belajar sendiri. Waktu luangnya hanya diisi untuk bermain dan bermain, padahal saat ini ia sudah menginjak kelas enam. Itu berarti usianya di SD hanya tinggal setahun lagi. Untuk menghentikan usianya itu ia harus bisa mengerjakan soal-soal ujian akhir. Tapi apa ia sadar?

bersambung….

Tidak ada komentar: