![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWm3ii2hDBFM9FfmsVr7AIDF9y2GqYSkq6zuZnjfdI7OKCp-4NJwTYCE0Y3HAheRUNZ9fJpXIcHTH2m3wcp7oAytg1QtS57xl3bcPuBNED_h31dXPt0BJ_4Lif_ApFN5YtF8N9lYehccFR/s200/220px-Emping.jpg)
Tahun 2001 Kecamatan Limpung, Bawang , Reban dan Tersono menghasilkan 65,8 ton mlinjo. Produksi lokal mlinjo belum mampu mencukupi kebutuhan lokal industri emping mlinjo, sehingga perlu mendatangkan bahan
Produksi mlinjo Kabupaten Batang memang masih sedikit. Namun, industri kecil pengolahan mlinjo bisa menyedot sekitar 47 persen tenaga kerja, termasuk buruh gethik yang mengolah buah mlinjo menjadi emping. Upah yang diterima buruh gethik sekitar Rp 2.000 per kilo, dan dalam satu hari mereka bisa memperoleh sekitar Rp 8.000.
Pemasaran emping mlinjo selain untuk kebutuhan lokal, juga keluar daerah seperti Kabupaten Pekalongan, Kendal, dan Banjarnegara. Bahkan produk ini sudah menjadi komoditas ekspor. Emping mlinjo kering yang disortir di
Harga Yang Rendah
Keluhan juga disampaikan oleh beberapa petani melinjo. Harga melinjo terlalu murah. Hal ini membuat mereka tidak mau lagi berkebun mlinjo. Mereka lebih memilih mengganti tanaman mlinjo-nya dengan tanaman lain yang lebih menguntungkan, seperti jarak, kakau atau yang lainnya. Padahal sangat luas sekali perkebunan melinjo yang ada. Kalau hal ini dibiarkan begitu saja, sangat berdampak pada hasil produksi emping Limpung kelak. Kurangnya perhatian dari pemerintah kabupaten Batang terhadap kesulitan para petani mlinjo, akan membuat para petani menebang pohon mlinjo-nya dan mengalihkan menanam pohon yang lebih membawa rejeki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar